Latar Belakang
Politik di Asia Timur tidak bisa dilepaskan dari peran kedua negara yang
ada di semenanjung Korea, yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Kedua negara ini
memiliki peran yang penting tidak hanya untuk wilayah Asia, tetapi juga untuk
dunia global. Korea Selatan dan Korea Utara secara geografis berada dalam satu
daratan yang sama, tetapi secara politik, negara ini berbeda; Korea Utara
dikuasai oleh rezim komunis yang otoriter, bahkan cenderung totaliter,
sedangkan Korea Selatan merupakan salah satu negara yang menganut sistem
demokrasi di Asia Timur.[i]
Lebih lanjut lagi, perbedaan politik ini dapat dilihat secara global, terdapat
peran Amerika Serikat di Korea Selatan[ii]
dan Pengaruh Cina di Korea Utara.[iii]
Kenyataan ini membuat negara ini terpisahakan secara geografis dan politis.
Perbedaan ini juga merupakan salah satu hal yang sangat mendasar terkait dengan
proses dan prospek unifikasi kedua negara Korea ini. Terdapat sebuah pertanyaan
mendasar yang muncul terkait dengan unifikasi kedua negara Korea ini :
Bagaimana prospek unifikasi Korea Selatan dan Korea Utara, Apakah unifikasi ini
merupakan suatu hal yang mungkin terjadi?
Kerangka
Teori : Integrasi Nasional [iv]
Penulis menggunakan teori integrasi nasional untuk menganalisa prospek
unifikasi antara Korea Selatan dan Korea Utara. Integrasi nasional merupakan
sebuah proses bersatunya suatu bangsa yang menempati wilayah tertentu dalam
sebuah negara yang berdaulat. Jika dilihat dalam praksisnya, integrasi nasional
dapat dilihat dari beberapa aspek; aspek politik yang disebut sebagai integrasi
politik, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya. Secara umum, integrasi
nasional mencerminkan proses bersatunya orang-orang dari berbagai wilayah yang
berbeda latar belakang entitas budaya. Mereka besatu karena memiliki kesamaan
di bidang sejarah dan politik.
Selanjutnya,
dalam menjalanai proses pembentukan sebagai suatu suku bangsa akan muncul
cita-cita yang baru yang akan menjadi sebuah identitas, yaitu sebuah masyarakat
politik yang dibayangkan (imagined
political community). Konsep ini menekankan pada rasa persaudaraan dan
solidaritas yang kental. Integrasi politik memiliki dimensi yang bersifat
vertikal menyangkut hubungan elit dan massa, baik antara penguasa dan rakyat
dengan tujuan untuk menjembatani perbedaan yang ada di masyarakat.
Pemisahan
Korea Selatan dan Korea Utara
Korea Selatan dan Korea Utara secara geografis merupakan negara yang
berada dalam satu daratan. Walau demikian, dalam perkembangannya negara ini
dipisahkan perbedaan ideologi yang akhirnya membuat terjadinya pemisahan secara
geografis. Pemisahan ini terjadi setelah kolonisasi Jepang di semenanjung Korea
yang telah berlangsung selama 35 tahun berakhir pasca perang dunia kedua.
Negara yang memiliki kekuasaan di semenanjung Korea saat itu, Amerika Serikat
dan Uni Soviet membagi wilayah Korea menjadi dua yang dikenal dengan istilah 38th
Parallel lines; Uni Soviet mendapatkan wilayah utara sedangkan Amerika Serikat
mendapatkan wilayah selatan.[v] Pembagian inilah yang menjadi awal tumbuhnya
pengaruh ideologi yang diwariskan oleh negara yang berkuasa di semenanjung
Korea; komunis dari Uni Soviet yang diwariskan kepada Korea Utara dan Demokrasi
yang diwariskan Amerika Serikat terhadap Korea Selatan.
Ideologi
yang menjadi dasar pemisahan kedua negara Korea ini berdampak sangat luas
terhadap kehidupan sosial politik yang ada. Ideologi komunis di Korea Utara
tumbuh dan berkembang saat kelaparan dan kemiskinan meluas, sedangkan kondisi
yang berbeda dialami oleh Korea Selatan; demokrasi yang dijadikan sebagai
haluan politik dan pembangunan telah membawa negara ini dari kemiskinan menjadi
negara yang maju dan diperhitungkan dunia.[vi]
Hal ini kemudian berdampak terhadap perbedaan identitas di kedua negara Korea;
Korea Utara dengan identitas totaliternya sedangkan Korea Selatan dengan
identitas demokrasinya yang terbuka terhadap dunia global. Dampak selanjutnya
adalah terkait dengan pergaulan kedua negara Korea dalam percaturan politik
internasional; Korea Utara dengan ideologi. komunisnya lebih memilih untuk
tertutup dengan perkembangan dunia global dan memenuhi segala kebutuhannya
secara mandiri. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh Korea Selatan yang
menggunakan demokrasi; Korea Selatan lebih terbuka terhadap perkembangan dunia
sehingga dalam pemenuhan kebutuhannya, negara ini tidak hanya mandiri, tetapi
juga membuka diri terhadap peluang investasi yang dilakukan oleh negara
lainnya.
Pemisahan
yang terjadi terkait dengan perbedaan ideologi merupakan sebuah hal yang sangat
sensitif bagi kedua negara semenanjung Korea. Tahun 2010, pada tanggal 26
Maret, Korea Utara menenggelamkan Kapal
Perang Angkatan Laut Korea Selatan yang mengakibatkan hampir seluruh tentara
yang ada di kapal perang tersebut tewas. Walau demikian, Korea Utara tidak
mengakui keterlibatannnya dalam insiden tersebut. Selanjutnya tanggal 23
November di tahun yang sama, Korea Utara menembakkan artilerinya ke sebuah
pulau yang dimiliki oleh Korea Selatan, pasca tentara Korea Selatan melakukan
latihan. Insiden ini menwaskan empat tentara dan melukai tentara lainnya. Korea
Utara berpedanapat bahwa insiden ini merupakan tanggapan terhadap latihan perang
yang dilakukan tentara Korea Selatan.[vii]
Insiden-insiden ini membuktikan bahwa setidaknya Korea Utara, dengan ideologi
komunisnya menganggap Korea Selatan sebagai ancaman yang harus ditangani secara
maksimal. Walau demikian, agresi/serangan yang dilakukan oleh Korea Utara tidak
dapat dibenarkan karena mereka hanya bersandar pada asumsi bukan fakta ataupun
informasi yang telah diverifikasi.
Pandangan
Terkait dengan Reunifikasi Korea Selatan dan Korea Utara
Secara politik, kedua negara yang ada di semenanjung Korea ini memang
berbeda. Perbedaan yang ada memang menimbulkan masalah, baik yang berdampakan
regional di kawasan Asia Timur, dan juga yang berdampak secara internasional.
Hal ini juga tidak bisa dilepaskan oleh peran negara yang memiliki kepentingan
di Semenanjung Korea; Amerika Serikat yang memiliki kepentingan di Korea
Selatan, dan Cina yang memiliki kepentingan di Korea Utara.
Terlepas
dari perbedaan politik yang ada di kedua negara Korea, unifkasi (penyatuan)
berusaha dilakukan untuk menghilangkan konflik yang sering terjadi, khusunya
yang melibatkan angkatan bersenjata kedua negara ini. Terdapat beberapa
pandangan terkait dengan unifikasi kedua negara Korea ini. Pandangan pertama
berasal dari Korea Utara. Menurut Korea Utara, dialog antara merupakan sebuah
jalan penting untuk menuju unifikasi dengan Korea Selatan. Walau demikian,
dialog ini tidaklah mudah, karena Pemerintahan Korea Selatan yang saat itu
dipimpin oleh Park Chung Hee menarik mundur oposisi, sehingga Park Chung Hee
cenderung memonopoli dialog antara Korea Utara dan Selatan, sehingga hal ini
membuat Korea Utara hanya melakukan dialog dengan official dari Korea Selatan.[viii]
Hal ini membuat proses unifikasi kedua Korea melalui jalan dialog mengalami
hambatan.
Jalan
lainnya yang dilakukan oleh Korea Utara untuk melakukan unifikasi adalah dengan
cara menggunakan kekuatan militer yang bertujuan untuk mengetahui keseriusan
Korea Selatan terhadap kemungkinan unifikasi yang dilakukan. Kebijakan yang
dikeluarkan di tahun 1973 dilaksanakan dengan cara mengisolasi Korea Selatan
menggunakan propaganda yang bertujuan untuk menjatuhkan rezim Park Chung Hee.[ix] Dampak dari tindakan yang dilakukan Korea
Utara ini ternyata tidak seperti yang diharapkan. Pertengahan tahun 1973,
kondisi Korea Utara dan Korea Selatan makin memburuk, bahkan Korea Utara
menuduh Korea Selatan melakukan ‘peruncingan hubungan’[x]
yang berdampak pada tidak terwujudnya unifikasi yang diharapkan. Selain itu,
keberadaan Amerika Serikat untuk mendukung Korea Selatan juga merupakan hambatan
terhadap proses unifikasi. Keadaan ini membuat Korea Utara memilih menggunakan
tiga caranya untuk melakukan unifikasi yaitu secara damai, dengan menggunakan
kekuatan militer, dan secara revolusioner.[xi]
Pandangan
selanjutnya berasal dari negara yang menjadi sekutu dari Korea Utara yaitu
Cina. Setelah Uni Soviet hancur di awal tahun 1990-an pengaruh komunis turun
secara signifikan dan pengaruh liberal secara perlahan naik. Hal ini
menyebabkan pengaruh kekuatan komunis dari Uni Soviet di Korea Utara berkurang.
Satu negara yang memberikan pengaruh komunis yang kuat pasca runtuhnya Uni
Soviet adalah Cina. Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap penduduk Cina
terkait dengan pandangan mereka terhadap hubungan Cina dan Korea Utara,
didapatkan hasil sebagai berikut :[xii]
Sebanyak 47% responden berpendapat bahwa Cina dan
Korea Utara memiliki hubungan yang biasa saja dan sebanyak 25% responden
menjawab kedua negara ini membutuhkan satu dengan lainnya. Analisa tekait
dengan hasil survey ini adalah secara umum, Cina merupakan partner yang cukup
penting bagi Korea Utara, khusunya terkait dengan persamaan ideologi dan
pemerintahan. Dukungan Cina terhadap Korea Utara juga terlihat semakin jelas
ketika Cina tidak menyetujui sanksi ekonomi yang diberikan oleh PBB terhadap
Korea Utara yang diakibatkan oleh uji coba misil dan nuklir di pertengahan
tahun 2009.[xiii]
Dapat disimpulkan bahwa kedua negara ini memiliki ikatan darah yang kuat sejak
perang dingin.
Unifikasi
merupakan salah satu hal yang menjadi fokus dari Cina terkait ddengan
permasalahan antara kedua negara Korea. Unifikasi ini memiliki dampak, baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap Cina. Dampak inilah yang sangat
diperhatikan oleh Cina agar tidak membahayakan keadaan negaranya. Berdasarkan
survey yang dilakukan terhadap penduduk Cina terkait dengan unifikasi kedua
negara Korea, didapatkan hasil sebagai berikut :[xiv]
Sebanyak 54.35% responden menyatakan mereka tidak
yakin kedua negara Korea ini dapat bersatu, sedangkan 28.26% responden menyatakan unifikasi Korea tidak
mungkin terjadi dan hanya sebagian kecil dari responden, yaitu 17.39% responden
menyatakan unifikasi bisa terjadi antara kedua negara Korea. Hasil dari survey
ini memang menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Cina masih meragukan
kemungkinan/peluang unifikasi kedua negara Korea. Hal ini cukup beralasan
karena merupakan hal yang sulit bagi kedua negara tersebut untuk bersatu,
khusunya terkait dengan perbedaan pandangan politik yang ada di kedua negara
Korea. Hal selanjutnya terkait dengan unifikasi kedua negara Korea ini adalah
hubungan antara negara Korea yang telah bersatu dengan Cina. Berdasarkan hasil
survey yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :[xv]
Sebanyak 40% responden menjawab bahwa Negara Korea
yang bersatu kemungkinan akan menimbulkan ancaman terhadap Cina. Sebanyak 8,89%
responden menjawab Negara Korea yang bersatu pasti akan menimbulkan ancaman
terhadap Cina. Sisanya, sebanyak 24,44% menyatakan tidak tahu dan 26,67%
menyatakan Negara Korea yang bersatu tidak akan menimbulkan ancaman terhadap
Cina. Survey ini menunjukkan bahwa mayorirtas penduduk Cina tidak menginginkan
kedua negara ini bersatu karena jika kedua negara Korea ini bersatu, maka akan
kemungkinan ancaman terhadap Cina semakin besr. Kedua negara Korea ini akan
menjadi kekuatan baru di Asia Timur, jika bergabung sehingga mampu menyaingi
Cina sebagai salah satu negara besar di Asia Timur. Hal inilah yang ditakutkan
oleh Cina.
Korea
Selatan juga memiliki pandangan terkait dengan unifikasi yang mungkin terjadi.
Sebagian besar penduduk Korea Selatan mendukung unifikasi dengan Korea Utara.[xvi]
Walau demikian, terkait dengan unifikasi Korea yang mungkin terjadi, ada biaya
ekonomi yang harus dibayarkan. Biaya ini tidaklah kecil, bahkan bisa meningkat
hingga US$ 1 Triliun.[xvii]
Hal inilah yang harus diantisipasi oleh kedua negara Korea untuk melakukan
unifikasi. Penyatuan kedua negara ini memanglah bukan sebuah hal yang mudah,
terlebih lagi memerlukan biaya yang cukup tinggi.
Perbedaan
ideologi yang ada di kedua negara Korea ini juga menimbulkan masalah. Demokrasi
yang dianut oleh Korea Selatan telah membawa negara ini dari kemiskinan menjadi
salah satu negara yang memiliki perekonomian yang baik di wilayah Asia Timur.
Kondisi sebaliknya terjadi di Korea Utara; dengan pemerintahan yang tertutup
dan totaliter, pertumbuhan ekonomi hanya bersadar pada kemampuan Korea Utara
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa adanya investasi dari negara lain.
Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi Korea Utara menjadi sulit berkembang.
Konsekuensinya, Korea Utara menjadi tertinggal secara ekonomi dengan Korea
Selatan dan gap ekonomi antar kedua
negara ini semakin membesar.[xviii]
Hal ini juga yang harus dipikirkan terkait dengan unifikasi kedua negara Korea.
Analisa Teori Integrasi Nasional terkait dengan
Unifikasi Kedua Negara Korea
Unifikasi kedua negara Korea merupakan bukan merupakan suatu hal yang
mudah. Terkait dengan unifikasi ini, penulis menggunakan teori integrasi
nasional. Jika dilihat dalam praksisnya, integrasi nasional dapat dilihat dari
beberapa aspek; aspek politik yang disebut sebagai integrasi politik, aspek
ekonomi, dan aspek sosial budaya. Secara umum, integrasi nasional mencerminkan
proses bersatunya orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda latar belakang
entitas budaya. Mereka besatu karena memiliki kesamaan di bidang sejarah dan
politik.[xix]
Peluang
unifikasi antara dua negara Korea dapat dilihat dari pertama aspek politik.
Korea Selatan dan Korea Utara walaupun
secara geografis berada dalam satu daratan, memiliki perbedaan di aspek
politik, yaitu aspek ideologi; Korea Selatan menggunakan demokrasi [xx]
sedangkan Korea Utara menggunakan ideologi komunis yang cenderung bersifat
otoriter dan bahkan totaliter.[xxi]
Perbedaan dalam aspek politik di kedua negara Korea ini tidak bisa dianggap
sebagai permasalahan kecil. Perbedaan ini akan berdampak luas, salah satunya
terhadap bidang ekonomi. Korea Selatan yang menggunakan demokrasi, memiliki
perekonomian yang bebas dan terbuka, sehingga pembangunan ekonominya dapat berjalan
dengan baik dan terus berkembang. Hal yang berbeda terjadi di Korea Utara,
ideologi komunis yang digunakan Korea Utara membuat negara ini tertutup secara
ekonomi dan berusaha memenuhi semua kebutuhannya dengan mandiri tanpa ada
investasi dari negara lain; negara sangat berperan dalam perekonomian negara
ini. Realita ini tentunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi Korea Utara yang
tertinggal dibandingkan Korea Selatan. Keadaan ini tentu saja menghambat proses
integrasi kedua negara tersebut menjadi satu identitas. Korea Utara dan Korea
Selatan mungkin memiliki kebudayaan yang sama tetapi hal ini tidak cukup
membantu apabila terdapat perbedaan yang mendasar pada aspek politik dan
ekonomi.
Perbedaan
dari aspek politik dan ekonomi yang ada di kedua negara Korea memunculkan
sebuah kesulitan untuk mencapai imagined
community yang menekankan persaudaraan dan solidaritas yang kuat. Kedua
negara Korea ini sudah memiliki identitas politik dan ekonominya masing-masing
dan sangat sulit untuk disatukan. Lebih jauh lagi, adanya peran dari negara
lainnya yang memiliki kepentingan di kedua negara Korea ini (Amerika Serikat
dan Cina) juga menjadi sebuah penghalang untuk bersatunya Korea Selatan dan
Korea Utara. Kekuatan politik yang sudah mengakar di kedua negara Korea membuat
posisi tawar masing-masing negara juga kuat dan kecil kemungkinan untuk
mengalah sehingga berdampak pada cita-cita unifikasi yang menjadi sulit untuk
diimplementasikan.
Kesimpulan
Unifikasi negara Korea Selatan dan Korea Utara merupakan cita-cita yang
sangat sulit untuk dilakukan. Perbedaan yang mendasar dari kedua negara ini
menjadikan posisi tawar masing-masing negara berada pada level yang sama kuat.
Perbedaan aspek politik yang ada di masing-masing negara telah menyebar ke
aspek ekonomi yang akhirnya memunculkan gap
terkait dengan pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut. Lebih jauh lagi,
biaya yang diperlukan untuk unifikasi cukup besar. Jika pun unifikasi ini tetap
dilaksanakan, permasalahan pun belum selesai, diperlukan banyak penyesuaian di
kedua negara ini agar berbagai konflik yang mungkin terjadi bisa ditekan.
Proses unifikasi kedua negara Korea ini merupakan proses yang sulit untuk
dilakukan walaupun banyak upaya yang telah diusahakan.
Pandu Dewa Nata (CF 0012)
Politics, Military, and Intelligence Analyst
MMPSIS Jakarta.
Copyright January 2013. Reproduction by making citation is allowed as long as you mention myself as the source author.
[i] Julie Ritz, North and South Korea Reunification: Is it
possible? Comparative Politics 281 hal 3.
[ii] Amanda K.R Bezina, U.S. Military Presence in the Republic of
Korea, School of Public and Environmental Affairs Vol. 2 No.3 tahun 2008,
hal. 4
[iv] Agustina Magdalena
Djuliati Suroyo, Integrasi Nasional dalam
Perspektif Sejarah Indonesia :Sebuah Proses yang Belum Selesai, Pidato
Pengukuhan Guru Besar Ilmu Sejarah dan Sastra Universitas Diponegoro (9 Februari
2002, hal. 2-3 (dengan penyesuaian)).
[viii] Jong Dae Shin, DPRK Perspectives on Korean Reunification
after July 4th Joint Communique, (North Korean International
Document Project, July 2012, hal. 1
[xii] Sunny Lee, Chinese Perspectives on North Korea and
Korean Unification, (Korea Economic Institute, January 2012) hal. 6
[xiii] Masako Ikegami, China-North Korea: Renewal of Blood
Alliance, (East, West, Center, Asia Pacific Bulletin. Number 158, April
2012) hal. 2
[xvi] Freeman Spongli Institute
for International Studies, The Economic
Cost of Korean Unification, (Spice Digest, Fall 2011) hal. 1. Survei yang
dilakukan terhadap penduduk Korea Selatan menunjukkan mayoritas penduduk Korea
Selatan setuju terhadap unifikasi. Survei lainnya yang dilakukan oleh Korean
Broadcasting System menunjukkan 71,6% responden setuju dengan reunifikasi kedua
negara Korea. Selanjutnya di Survey ini, 70% responden menyatakan mereka
bersedia membayar biaya unifikasi kedua negara Korea hanya 26,6% yang tidak
setujua membayar biaya unifikasi
[xix] Agustina Magdalena
Djuliati Suroyo, Integrasi Nasional dalam
Perspektif Sejarah Indonesia :Sebuah Proses yang Belum Selesai, Pidato
Pengukuhan Guru Besar Ilmu Sejarah dan Sastra Universitas Diponegoro, loc cit.
[xx] Amanda K.R Bezina, U.S. Military Presence in the Republic of
Korea, School of Public and Environmental Affairs Vol. 2 No.3 tahun 2008, loc cit.
Further Reading
Bezina, Amanda
K.R. U.S. Military Presence in the
Republic of Korea, School of Public and Environmental Affairs Vol. 2 No.3
tahun 2008.
Djuliati,
Agustina Magdalena Suroyo. Integrasi
Nasional dalam Perspektif Sejarah Indonesia :Sebuah Proses yang Belum Selesai, Pidato
Pengukuhan Guru Besar Ilmu Sejarah dan Sastra Universitas Diponegoro 9 Februari
2002.
Freeman Spongli
Institute for International Studies, The
Economic Cost of Korean Unification, Spice Digest, Fall 2011.
Ikegami, Masako.
China-North Korea: Renewal of Blood
Alliance, East, West, Center, Asia Pacific Bulletin. Number 158, April
2012.
Lee, Sunny. Chinese Perspectives on North Korea and
Korean Unification, Korea Economic Institute, January 2012.
Ritz, Julie. North and South Korea Reunification: Is it
possible? Comparative Politics 281.
Shin, Jong Dae. DPRK Perspectives on Korean Reunification
after July 4th Joint Communique, (North Korean International
Document Project, July 2012.
No comments:
Post a Comment