Follow me on Twitter!!!

Monday, April 8, 2013

Prospek Penyatuan Korea Selatan dan Korea Utara dalam Pandangan Teori Integrasi Nasional : Is it possible?



Latar Belakang
            Politik di Asia Timur tidak bisa dilepaskan dari peran kedua negara yang ada di semenanjung Korea, yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Kedua negara ini memiliki peran yang penting tidak hanya untuk wilayah Asia, tetapi juga untuk dunia global. Korea Selatan dan Korea Utara secara geografis berada dalam satu daratan yang sama, tetapi secara politik, negara ini berbeda; Korea Utara dikuasai oleh rezim komunis yang otoriter, bahkan cenderung totaliter, sedangkan Korea Selatan merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi di Asia Timur.[i] Lebih lanjut lagi, perbedaan politik ini dapat dilihat secara global, terdapat peran Amerika Serikat di Korea Selatan[ii] dan Pengaruh Cina di Korea Utara.[iii] Kenyataan ini membuat negara ini terpisahakan secara geografis dan politis. Perbedaan ini juga merupakan salah satu hal yang sangat mendasar terkait dengan proses dan prospek unifikasi kedua negara Korea ini. Terdapat sebuah pertanyaan mendasar yang muncul terkait dengan unifikasi kedua negara Korea ini : Bagaimana prospek unifikasi Korea Selatan dan Korea Utara, Apakah unifikasi ini merupakan suatu hal yang mungkin terjadi?
Kerangka Teori : Integrasi Nasional [iv]
            Penulis menggunakan teori integrasi nasional untuk menganalisa prospek unifikasi antara Korea Selatan dan Korea Utara. Integrasi nasional merupakan sebuah proses bersatunya suatu bangsa yang menempati wilayah tertentu dalam sebuah negara yang berdaulat. Jika dilihat dalam praksisnya, integrasi nasional dapat dilihat dari beberapa aspek; aspek politik yang disebut sebagai integrasi politik, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya. Secara umum, integrasi nasional mencerminkan proses bersatunya orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda latar belakang entitas budaya. Mereka besatu karena memiliki kesamaan di bidang sejarah dan politik.
            Selanjutnya, dalam menjalanai proses pembentukan sebagai suatu suku bangsa akan muncul cita-cita yang baru yang akan menjadi sebuah identitas, yaitu sebuah masyarakat politik yang dibayangkan (imagined political community). Konsep ini menekankan pada rasa persaudaraan dan solidaritas yang kental. Integrasi politik memiliki dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan elit dan massa, baik antara penguasa dan rakyat dengan tujuan untuk menjembatani perbedaan yang ada di masyarakat.
Pemisahan Korea Selatan dan Korea Utara
            Korea Selatan dan Korea Utara secara geografis merupakan negara yang berada dalam satu daratan. Walau demikian, dalam perkembangannya negara ini dipisahkan perbedaan ideologi yang akhirnya membuat terjadinya pemisahan secara geografis. Pemisahan ini terjadi setelah kolonisasi Jepang di semenanjung Korea yang telah berlangsung selama 35 tahun berakhir pasca perang dunia kedua. Negara yang memiliki kekuasaan di semenanjung Korea saat itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet membagi wilayah Korea menjadi dua yang dikenal dengan istilah 38th Parallel lines; Uni Soviet mendapatkan wilayah utara sedangkan Amerika Serikat mendapatkan wilayah selatan.[v]  Pembagian inilah yang menjadi awal tumbuhnya pengaruh ideologi yang diwariskan oleh negara yang berkuasa di semenanjung Korea; komunis dari Uni Soviet yang diwariskan kepada Korea Utara dan Demokrasi yang diwariskan Amerika Serikat terhadap Korea Selatan.
            Ideologi yang menjadi dasar pemisahan kedua negara Korea ini berdampak sangat luas terhadap kehidupan sosial politik yang ada. Ideologi komunis di Korea Utara tumbuh dan berkembang saat kelaparan dan kemiskinan meluas, sedangkan kondisi yang berbeda dialami oleh Korea Selatan; demokrasi yang dijadikan sebagai haluan politik dan pembangunan telah membawa negara ini dari kemiskinan menjadi negara yang maju dan diperhitungkan dunia.[vi] Hal ini kemudian berdampak terhadap perbedaan identitas di kedua negara Korea; Korea Utara dengan identitas totaliternya sedangkan Korea Selatan dengan identitas demokrasinya yang terbuka terhadap dunia global. Dampak selanjutnya adalah terkait dengan pergaulan kedua negara Korea dalam percaturan politik internasional; Korea Utara dengan ideologi. komunisnya lebih memilih untuk tertutup dengan perkembangan dunia global dan memenuhi segala kebutuhannya secara mandiri. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh Korea Selatan yang menggunakan demokrasi; Korea Selatan lebih terbuka terhadap perkembangan dunia sehingga dalam pemenuhan kebutuhannya, negara ini tidak hanya mandiri, tetapi juga membuka diri terhadap peluang investasi yang dilakukan oleh negara lainnya.
            Pemisahan yang terjadi terkait dengan perbedaan ideologi merupakan sebuah hal yang sangat sensitif bagi kedua negara semenanjung Korea. Tahun 2010, pada tanggal 26 Maret,  Korea Utara menenggelamkan Kapal Perang Angkatan Laut Korea Selatan yang mengakibatkan hampir seluruh tentara yang ada di kapal perang tersebut tewas. Walau demikian, Korea Utara tidak mengakui keterlibatannnya dalam insiden tersebut. Selanjutnya tanggal 23 November di tahun yang sama, Korea Utara menembakkan artilerinya ke sebuah pulau yang dimiliki oleh Korea Selatan, pasca tentara Korea Selatan melakukan latihan. Insiden ini menwaskan empat tentara dan melukai tentara lainnya. Korea Utara berpedanapat bahwa insiden ini merupakan tanggapan terhadap latihan perang yang dilakukan tentara Korea Selatan.[vii] Insiden-insiden ini membuktikan bahwa setidaknya Korea Utara, dengan ideologi komunisnya menganggap Korea Selatan sebagai ancaman yang harus ditangani secara maksimal. Walau demikian, agresi/serangan yang dilakukan oleh Korea Utara tidak dapat dibenarkan karena mereka hanya bersandar pada asumsi bukan fakta ataupun informasi yang telah diverifikasi.
Pandangan Terkait dengan Reunifikasi Korea Selatan dan Korea Utara
            Secara politik, kedua negara yang ada di semenanjung Korea ini memang berbeda. Perbedaan yang ada memang menimbulkan masalah, baik yang berdampakan regional di kawasan Asia Timur, dan juga yang berdampak secara internasional. Hal ini juga tidak bisa dilepaskan oleh peran negara yang memiliki kepentingan di Semenanjung Korea; Amerika Serikat yang memiliki kepentingan di Korea Selatan, dan Cina yang memiliki kepentingan di Korea Utara.
            Terlepas dari perbedaan politik yang ada di kedua negara Korea, unifkasi (penyatuan) berusaha dilakukan untuk menghilangkan konflik yang sering terjadi, khusunya yang melibatkan angkatan bersenjata kedua negara ini. Terdapat beberapa pandangan terkait dengan unifikasi kedua negara Korea ini. Pandangan pertama berasal dari Korea Utara. Menurut Korea Utara, dialog antara merupakan sebuah jalan penting untuk menuju unifikasi dengan Korea Selatan. Walau demikian, dialog ini tidaklah mudah, karena Pemerintahan Korea Selatan yang saat itu dipimpin oleh Park Chung Hee menarik mundur oposisi, sehingga Park Chung Hee cenderung memonopoli dialog antara Korea Utara dan Selatan, sehingga hal ini membuat Korea Utara hanya melakukan dialog dengan official dari Korea Selatan.[viii] Hal ini membuat proses unifikasi kedua Korea melalui jalan dialog mengalami hambatan.          
            Jalan lainnya yang dilakukan oleh Korea Utara untuk melakukan unifikasi adalah dengan cara menggunakan kekuatan militer yang bertujuan untuk mengetahui keseriusan Korea Selatan terhadap kemungkinan unifikasi yang dilakukan. Kebijakan yang dikeluarkan di tahun 1973 dilaksanakan dengan cara mengisolasi Korea Selatan menggunakan propaganda yang bertujuan untuk menjatuhkan rezim Park Chung Hee.[ix]  Dampak dari tindakan yang dilakukan Korea Utara ini ternyata tidak seperti yang diharapkan. Pertengahan tahun 1973, kondisi Korea Utara dan Korea Selatan makin memburuk, bahkan Korea Utara menuduh Korea Selatan melakukan ‘peruncingan hubungan’[x] yang berdampak pada tidak terwujudnya unifikasi yang diharapkan. Selain itu, keberadaan Amerika Serikat untuk mendukung Korea Selatan juga merupakan hambatan terhadap proses unifikasi. Keadaan ini membuat Korea Utara memilih menggunakan tiga caranya untuk melakukan unifikasi yaitu secara damai, dengan menggunakan kekuatan militer, dan secara revolusioner.[xi]
            Pandangan selanjutnya berasal dari negara yang menjadi sekutu dari Korea Utara yaitu Cina. Setelah Uni Soviet hancur di awal tahun 1990-an pengaruh komunis turun secara signifikan dan pengaruh liberal secara perlahan naik. Hal ini menyebabkan pengaruh kekuatan komunis dari Uni Soviet di Korea Utara berkurang. Satu negara yang memberikan pengaruh komunis yang kuat pasca runtuhnya Uni Soviet adalah Cina. Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap penduduk Cina terkait dengan pandangan mereka terhadap hubungan Cina dan Korea Utara, didapatkan hasil sebagai berikut :[xii]


Sebanyak 47% responden berpendapat bahwa Cina dan Korea Utara memiliki hubungan yang biasa saja dan sebanyak 25% responden menjawab kedua negara ini membutuhkan satu dengan lainnya. Analisa tekait dengan hasil survey ini adalah secara umum, Cina merupakan partner yang cukup penting bagi Korea Utara, khusunya terkait dengan persamaan ideologi dan pemerintahan. Dukungan Cina terhadap Korea Utara juga terlihat semakin jelas ketika Cina tidak menyetujui sanksi ekonomi yang diberikan oleh PBB terhadap Korea Utara yang diakibatkan oleh uji coba misil dan nuklir di pertengahan tahun 2009.[xiii] Dapat disimpulkan bahwa kedua negara ini memiliki ikatan darah yang kuat sejak perang dingin.
            Unifikasi merupakan salah satu hal yang menjadi fokus dari Cina terkait ddengan permasalahan antara kedua negara Korea. Unifikasi ini memiliki dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap Cina. Dampak inilah yang sangat diperhatikan oleh Cina agar tidak membahayakan keadaan negaranya. Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap penduduk Cina terkait dengan unifikasi kedua negara Korea, didapatkan hasil sebagai berikut :[xiv]



 


Sebanyak 54.35% responden menyatakan mereka tidak yakin kedua negara Korea ini dapat bersatu, sedangkan 28.26%  responden menyatakan unifikasi Korea tidak mungkin terjadi dan hanya sebagian kecil dari responden, yaitu 17.39% responden menyatakan unifikasi bisa terjadi antara kedua negara Korea. Hasil dari survey ini memang menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Cina masih meragukan kemungkinan/peluang unifikasi kedua negara Korea. Hal ini cukup beralasan karena merupakan hal yang sulit bagi kedua negara tersebut untuk bersatu, khusunya terkait dengan perbedaan pandangan politik yang ada di kedua negara Korea. Hal selanjutnya terkait dengan unifikasi kedua negara Korea ini adalah hubungan antara negara Korea yang telah bersatu dengan Cina. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :[xv]







Sebanyak 40% responden menjawab bahwa Negara Korea yang bersatu kemungkinan akan menimbulkan ancaman terhadap Cina. Sebanyak 8,89% responden menjawab Negara Korea yang bersatu pasti akan menimbulkan ancaman terhadap Cina. Sisanya, sebanyak 24,44% menyatakan tidak tahu dan 26,67% menyatakan Negara Korea yang bersatu tidak akan menimbulkan ancaman terhadap Cina. Survey ini menunjukkan bahwa mayorirtas penduduk Cina tidak menginginkan kedua negara ini bersatu karena jika kedua negara Korea ini bersatu, maka akan kemungkinan ancaman terhadap Cina semakin besr. Kedua negara Korea ini akan menjadi kekuatan baru di Asia Timur, jika bergabung sehingga mampu menyaingi Cina sebagai salah satu negara besar di Asia Timur. Hal inilah yang ditakutkan oleh Cina.
            Korea Selatan juga memiliki pandangan terkait dengan unifikasi yang mungkin terjadi. Sebagian besar penduduk Korea Selatan mendukung unifikasi dengan Korea Utara.[xvi] Walau demikian, terkait dengan unifikasi Korea yang mungkin terjadi, ada biaya ekonomi yang harus dibayarkan. Biaya ini tidaklah kecil, bahkan bisa meningkat hingga US$ 1 Triliun.[xvii] Hal inilah yang harus diantisipasi oleh kedua negara Korea untuk melakukan unifikasi. Penyatuan kedua negara ini memanglah bukan sebuah hal yang mudah, terlebih lagi memerlukan biaya yang cukup tinggi.
            Perbedaan ideologi yang ada di kedua negara Korea ini juga menimbulkan masalah. Demokrasi yang dianut oleh Korea Selatan telah membawa negara ini dari kemiskinan menjadi salah satu negara yang memiliki perekonomian yang baik di wilayah Asia Timur. Kondisi sebaliknya terjadi di Korea Utara; dengan pemerintahan yang tertutup dan totaliter, pertumbuhan ekonomi hanya bersadar pada kemampuan Korea Utara untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa adanya investasi dari negara lain. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi Korea Utara menjadi sulit berkembang. Konsekuensinya, Korea Utara menjadi tertinggal secara ekonomi dengan Korea Selatan dan gap ekonomi antar kedua negara ini semakin membesar.[xviii] Hal ini juga yang harus dipikirkan terkait dengan unifikasi kedua negara Korea.
Analisa Teori Integrasi Nasional terkait dengan Unifikasi Kedua Negara Korea
            Unifikasi kedua negara Korea merupakan bukan merupakan suatu hal yang mudah. Terkait dengan unifikasi ini, penulis menggunakan teori integrasi nasional. Jika dilihat dalam praksisnya, integrasi nasional dapat dilihat dari beberapa aspek; aspek politik yang disebut sebagai integrasi politik, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya. Secara umum, integrasi nasional mencerminkan proses bersatunya orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda latar belakang entitas budaya. Mereka besatu karena memiliki kesamaan di bidang sejarah dan politik.[xix]
            Peluang unifikasi antara dua negara Korea dapat dilihat dari pertama aspek politik. Korea Selatan dan Korea Utara walaupun  secara geografis berada dalam satu daratan, memiliki perbedaan di aspek politik, yaitu aspek ideologi; Korea Selatan menggunakan demokrasi [xx] sedangkan Korea Utara menggunakan ideologi komunis yang cenderung bersifat otoriter dan bahkan totaliter.[xxi] Perbedaan dalam aspek politik di kedua negara Korea ini tidak bisa dianggap sebagai permasalahan kecil. Perbedaan ini akan berdampak luas, salah satunya terhadap bidang ekonomi. Korea Selatan yang menggunakan demokrasi, memiliki perekonomian yang bebas dan terbuka, sehingga pembangunan ekonominya dapat berjalan dengan baik dan terus berkembang. Hal yang berbeda terjadi di Korea Utara, ideologi komunis yang digunakan Korea Utara membuat negara ini tertutup secara ekonomi dan berusaha memenuhi semua kebutuhannya dengan mandiri tanpa ada investasi dari negara lain; negara sangat berperan dalam perekonomian negara ini. Realita ini tentunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi Korea Utara yang tertinggal dibandingkan Korea Selatan. Keadaan ini tentu saja menghambat proses integrasi kedua negara tersebut menjadi satu identitas. Korea Utara dan Korea Selatan mungkin memiliki kebudayaan yang sama tetapi hal ini tidak cukup membantu apabila terdapat perbedaan yang mendasar pada aspek politik dan ekonomi.
            Perbedaan dari aspek politik dan ekonomi yang ada di kedua negara Korea memunculkan sebuah kesulitan untuk mencapai imagined community yang menekankan persaudaraan dan solidaritas yang kuat. Kedua negara Korea ini sudah memiliki identitas politik dan ekonominya masing-masing dan sangat sulit untuk disatukan. Lebih jauh lagi, adanya peran dari negara lainnya yang memiliki kepentingan di kedua negara Korea ini (Amerika Serikat dan Cina) juga menjadi sebuah penghalang untuk bersatunya Korea Selatan dan Korea Utara. Kekuatan politik yang sudah mengakar di kedua negara Korea membuat posisi tawar masing-masing negara juga kuat dan kecil kemungkinan untuk mengalah sehingga berdampak pada cita-cita unifikasi yang menjadi sulit untuk diimplementasikan.
Kesimpulan
            Unifikasi negara Korea Selatan dan Korea Utara merupakan cita-cita yang sangat sulit untuk dilakukan. Perbedaan yang mendasar dari kedua negara ini menjadikan posisi tawar masing-masing negara berada pada level yang sama kuat. Perbedaan aspek politik yang ada di masing-masing negara telah menyebar ke aspek ekonomi yang akhirnya memunculkan gap terkait dengan pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut. Lebih jauh lagi, biaya yang diperlukan untuk unifikasi cukup besar. Jika pun unifikasi ini tetap dilaksanakan, permasalahan pun belum selesai, diperlukan banyak penyesuaian di kedua negara ini agar berbagai konflik yang mungkin terjadi bisa ditekan. Proses unifikasi kedua negara Korea ini merupakan proses yang sulit untuk dilakukan walaupun banyak upaya yang telah diusahakan. 

Pandu Dewa Nata (CF 0012)

Politics, Military, and Intelligence Analyst

MMPSIS Jakarta. 
Copyright January 2013. Reproduction by making citation is allowed as long as you mention myself as the source author. 


[i] Julie Ritz, North and South Korea Reunification: Is it possible? Comparative Politics 281 hal 3.
[ii] Amanda K.R Bezina, U.S. Military Presence in the Republic of Korea, School of Public and Environmental Affairs Vol. 2 No.3 tahun 2008, hal. 4
[iii] Julie Ritz, North and South Korea Reunification: Is it possible? Loc cit,
[iv] Agustina Magdalena Djuliati Suroyo, Integrasi Nasional dalam Perspektif Sejarah Indonesia :Sebuah Proses yang Belum Selesai, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Sejarah dan Sastra Universitas Diponegoro (9 Februari 2002, hal. 2-3 (dengan penyesuaian)).
[v] Julie Ritz North and South Korea Reunification: Is it possible? Loc cit, hal. 2.
[vi] Ibid, hal. 3
[vii] Ibid, hal 3-4 (dengan penyesuaian)
[viii] Jong Dae Shin, DPRK Perspectives on Korean Reunification after July 4th Joint Communique, (North Korean International Document Project, July 2012, hal. 1
[ix] Ibid, hal 2
[x] Ibid,
[xi] Ibid, hal. 3
[xii] Sunny Lee, Chinese Perspectives on North Korea and Korean Unification, (Korea Economic Institute, January 2012) hal. 6
[xiii] Masako Ikegami, China-North Korea: Renewal of Blood Alliance, (East, West, Center, Asia Pacific Bulletin. Number 158, April 2012) hal. 2
[xiv] Sunny Lee, Chinese Perspectives on North Korea and Korean Unification, loc cit, hal 5
[xv] Ibid,
[xvi] Freeman Spongli Institute for International Studies, The Economic Cost of Korean Unification, (Spice Digest, Fall 2011) hal. 1. Survei yang dilakukan terhadap penduduk Korea Selatan menunjukkan mayoritas penduduk Korea Selatan setuju terhadap unifikasi. Survei lainnya yang dilakukan oleh Korean Broadcasting System menunjukkan 71,6% responden setuju dengan reunifikasi kedua negara Korea. Selanjutnya di Survey ini, 70% responden menyatakan mereka bersedia membayar biaya unifikasi kedua negara Korea hanya 26,6% yang tidak setujua membayar biaya unifikasi
[xvii] Ibid, hal. 2
[xviii] Ibid,
[xix] Agustina Magdalena Djuliati Suroyo, Integrasi Nasional dalam Perspektif Sejarah Indonesia :Sebuah Proses yang Belum Selesai, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Sejarah dan Sastra Universitas Diponegoro, loc cit.
[xx] Amanda K.R Bezina, U.S. Military Presence in the Republic of Korea, School of Public and Environmental Affairs Vol. 2 No.3 tahun 2008, loc cit.
[xxi] Julie Ritz, North and South Korea Reunification: Is it possible? Loc cit,
Further Reading
Bezina, Amanda K.R. U.S. Military Presence in the Republic of Korea, School of Public and Environmental Affairs Vol. 2 No.3 tahun 2008.
Djuliati, Agustina Magdalena Suroyo. Integrasi Nasional dalam Perspektif Sejarah Indonesia :Sebuah Proses yang Belum Selesai, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Sejarah dan Sastra Universitas Diponegoro 9 Februari 2002.
Freeman Spongli Institute for International Studies, The Economic Cost of Korean Unification, Spice Digest, Fall 2011.
Ikegami, Masako. China-North Korea: Renewal of Blood Alliance, East, West, Center, Asia Pacific Bulletin. Number 158, April 2012.
Lee, Sunny. Chinese Perspectives on North Korea and Korean Unification, Korea Economic Institute, January 2012.
Ritz, Julie. North and South Korea Reunification: Is it possible? Comparative Politics 281.
Shin, Jong Dae. DPRK Perspectives on Korean Reunification after July 4th Joint Communique, (North Korean International Document Project, July 2012.

No comments: